Seni Berdakwah Di Dunia Maya

[Oleh-oleh Seminar Internet Ethics, Ahad, 26 Januari 2014 di Ibnu Hajar Boarding School] pemateri : Ustadz Dr. Muhammad Arifin Baderi, MA.

Keramahan di Tengah Kepedihan Perang di Suriah

Sejak zaman jahiliyyah, bangsa Arab sudah dikenal sebagai bangsa yang suka memuliakan tamu. Hingga kini, ketika tim relawanPeduli Muslim datang ke Suriah negara yang penduduknya dari bangsa Arab.

Adab Makan Penuh Barokah (2)

Keenam: Tidak menjelek-jelekkan makanan yang tidak disukai.

Ketemu @wifi_id Tapi belum Memiliki username dan password?

Sebagai operator layanan telekomunikasi yang berkomitmen terhadap penyediaan akses Internet broadband bagi masyarakat Indonesia, PT. Telekomunikasi Indonesia telah mencanangkan program Indonesia Digital Network (IDN) yang didalamnya termasuk pembangunan fasilitas 1 juta wifi di seluruh Indonesia yang diberi nama Indonesia WiFi atau disingkat @wifi.id. Layanan....

Tuesday 21 October 2014

1+2+3+4+....+100=??

ada 5 buah lidi,
lidi i panjangnya 0cm,
lidi ii 1cm,
lidi iii 2cm,
lidi iv 3cm,
lidi v 4 cm.
berapa total panjangnya ?
0+1+2+3+4 = 1+2+3+4 = ??

susun kelima lidi membentuk 1/2 persegi seperti gambar di bawah
untuk membetuk persegi maka panjang masing lidi = 4cm sehingga total panjang 5 lidi =  5x4cm = 20cm
karena deret 0 + 1+ 2 + 3 + 4 membentuk 1/2 persegi maka total panjang 5 lidi = 10cm
atau berarti 1 + 2 + 3 + 4 = 10 = 1/2*(4+1)*4cm

demikian juga 1 + 2 + 3 + 4 + ...... + 100 = 1/2*(100+1)*100 = 5050




Friday 10 October 2014

Kisah Pemuda Ahli Tauhid Yang Pemberani


الحمد لله وحده ، والصلاة والسلام على من لا نبي بعده ، وعلى آله وصحبه وبعد
Sebuah kisah yang buka sekedar dongeng semata, tapi sebuah kisah nyata yang Allah abadikan dalam al Quran:
قُتِلَ أَصْحَابُ الْأُخْدُودِ النَّارِ ذَاتِ الْوَقُودِ إِذْ هُمْ عَلَيْهَا قُعُودٌ وَهُمْ عَلَىٰ مَا يَفْعَلُونَ بِالْمُؤْمِنِينَ شُهُودٌ
Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman.” (QS Al Buruuj: 4-6)
Dan inilah kisah tersebut diceritakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Ada seorang raja yang berkuasa sebelum kalian. Dia mempunyai seorang tukang sihir. Ketika tukang sihirnya semakin tua dia berkata kepada raja: “Aku sudah tua, oleh karena itu utuslah seorang anak muda supaya aku ajarkan sihir kepadanya”.  Maka dibawalah seorang anak muda untuk diajar ilmu sihir. Di tepi jalan yang biasa dilalui oleh anak muda itu ada seorang rahib. Suatu ketika anak muda itu duduk dan mendengarkan ajaran rahib tersebut. Maka setiap kali dia berangkat ke rumah tukang sihir, dia akan singgah ke rumah rahib dan duduk sejenak di sana. (Satu kali) kerana terlambat, ketika dia sampai di rumah tukang sihir, tukang sihir itu memukulnya. Anak muda itu pun mengadukan keadaannya kepada rahib. Rahib memberi pesan: “Jika kamu takut kepada tukang sihir, katakan kepadanya bahwa keluargamu membuatmu terlambat. Dan jika kamu takut kepada keluargamu, katakan kepada mereka bahwa tukang sihir itu membuat kamu terlambat.”
Begitulah keadaannya sehingga satu ketika di mana anak muda itu mendapati orang-orang ketakutan karena seekor binatang buas yang menghalangi jalan mereka. Anak muda itu berkata: “Hari ini akan aku ketahui siapa yang sebenarnya lebih baik, tukang sihir atau rahib itu.” Lalu anak muda itu mengambil batu dan berkata: “Ya Allah, jika ajaran si-rahib lebih Engkau cintai daripada si-tukang sihir, maka bunuhlah binatang ini sehingga orang-orang pun dapat bebas kembali.” Kemudian dia melemparkan batu yang digenggamnya. Binatang itu mati dan orang-orang pun bebas seperti sedia kala.
Sesudah itu dia pun menceritakan kejadian itu kepada rahib. Mendengarnya, rahib berkata: “Wahai anakku, hari ini kamu lebih baik dariku. Kamu sudah sampai kepada keadaan seperti yang aku lihat sekarang ini. Satu masa nanti kamu akan dizalimi. Jika itu terjadi janganlah kamu bercerita tentang diriku.” Sejak itu anak muda tersebut mulai mengobati orang sakit kusta, orang yang matanya nyaris buta, dan pelbagai penyakit lain.
Salah seorang teman duduk raja yang telah buta mendengar tentang hal ini dan dia datang kepada anak muda tersebut sambil membawa banyak hadiah dan berkata: “Semua yang ada ini akan aku berikan kepadamu jika kamu sembuhkan diriku.” Anak muda menjawab: “Sesungguhnya aku tidak dapat menyembuhkan siapa pun. Hanya Allah yang menyembuhkan. Jika Anda beriman kepada Allah, aku akan memohon kepada Allah supaya Dia menyembuhkan anda.”
Lalu teman raja itu beriman kepada Allah dan Allah menyembuhkannya. Kemudian dia pergi menghadap raja seperti biasa. Raja bertanya: “Siapakah yang mengembalikan penglihatanmu?” Dia menjawab: “Tuhan-ku.” Rajanya bertanya: “Kamu mempunyai tuhan selain aku?”  Temannya menjawab: “Tuhan aku dan Tuhan kamu adalah Allah.” Maka raja mulai menyiksanya sehingga temannya itu menceritakan berkenaan anak muda tersebut.
Lalu raja memanggil anak muda tersebut dan bertanya kepadanya: “Wahai anakku, ilmu sihirmu sudah dapat menyembuhkan penyakit kusta, buta dan sebagainya.” Anak muda menjawab: “Sungguh aku tidak menyembuhkan siapa pun. Hanya Allah yang menyembuhkan.” Mendengar jawaban tersebut anak muda itu terus disiksa sampai dia menceritakan tentang keberadaan rahib (yang mengajarnya tempo hari). Lalu raja memanggil rahib dan diperintahkan: “Kembalilah dari agamamu (kepada agama aku)!” Rahib menolak perintah tersebut. Maka raja memerintah supaya diambil gergaji lalu digergaji di pangkal kepalanya sehingga putus. Kemudian raja memanggil penasihat dan diperintahkan kepadanya: “Kembalilah dari agamamu (kepada agama aku)!” Penasihat itu juga enggan, lalu digergaji pangkal kepalanya sehingga putus.
Akhirnya dipanggil anak muda dan diperintahkan kepadanya: “Kembalilah dari agamamu (kepada agama aku)!” Anak muda itu turut enggan. Maka raja memerintahkan para pengawalnya: “Bawa anak muda ini ke sebuah bukit, apabila sampai ke puncaknya tawarkan kepada dia untuk kembali dari agamanya (kepada agama aku). Jika dia tetap enggan, maka lemparkanlah ke bawah.” Maka para pengawal membawa anak muda ke bukit. Ketika mendaki, anak muda itu berdoa: “Ya Allah! Dengan cara yang Engkau hendaki, selamatkanlah aku daripada mereka.” Maka bergoyanglah bukit tersebut sehingga para pengawal tersebut jatuh ke bawah. Anak muda berjalan kembali menemui raja. Raja bertanya: “Apa yang dilakukan oleh orang-orang yang membawa kamu?” Anak muda menjawab: “Allah menyelamatkan aku daripada mereka.”
Maka raja memerintahkan para pengawalnya yang lain: “Bawa dia ke tengah lautan, tawarkan kepadanya untuk kembali dari agamanya (kepada agama aku). Jika dia enggan maka tenggelamkanlah dia.” Ketika di bawa ke lautan, anak muda berdoa: “Ya Allah! Dengan cara yang Engkau hendaki selamatkanlah aku daripada mereka.” Maka kapal yang membawa mereka pecah sehingga tenggelam para pengawal (kecuali anak muda). Anak muda kembali menemui raja. Raja bertanya: “Apa yang dilakukan oleh orang-orang yang membawa kamu?” Anak muda menjawab: “Allah menyelamatkan aku daripada mereka.”
Kemudian anak muda menambah: “Sungguh, kamu tidak akan dapat membunuh aku kecuali jika kamu melakukan apa yang aku suruh.” Raja bertanya: “Apakah itu?” Anak muda menjawab: “Kumpulkan semua orang di satu tanah lapang. Salib aku pada sebatang pokok dan ambillah sebilah anak panah dari kantungku. Letakkan ia di tengah-tengah busur dan katakan: “Dengan nama Allah, Rabb-nya anak muda ini” lalu kemudian panahlah aku. Niscaya kamu akan dapat membunuhku.”
Maka raja mengumpulkan semua rakyatnya di tanah lapang. Dia salib lah si anak muda pada sebatang pohon, lalu dia ambil sebilah anak panahnya dan diletakkan pada tengah-tengah busur. Kemudian raja berkata: “Dengan nama Allah, Rabb-nya anak muda ini!” lalu terus memanahnya. Anak panah itu tepat mengenai muka anak muda itu. Dia meletakkan tangannya pada mukanya, lalu meninggal dunia. Orang-orang yang hadir di situ serentak berkata: “Kami beriman kepada Rabb-nya si anak muda. Kami beriman kepada Rabb-nya si anak muda. Kami beriman kepada Rabb-nya si anak muda.”
Seorang penasihat berbisik kepada raja: “Lihatlah, apa yang tuan khawatirkan– demi Allah – kini benar-benar terjadi. Orang-orang telah beriman semuanya (kepada Allah, Rabb-nya si anak muda)!” Setelah itu raja memerintah agar dibuat parit di sekeliling tanah lapang itu. Setelah parit digali, api dinyalakan. Raja berkata: “Siapa yang tidak mau kembali dari agamanya (kepada agama aku), maka lemparkanlah dia ke dalam (parit yang dinyalakan api)!” Atau dikatakan: “Terjunlah ke dalamnya!”
Maka mereka semua (yang beriman kepada Allah) terjun ke dalam parit yang dinyalakan api tersebut. Sampai-sampai ada seorang perempuan yang bersama anaknya dihinggapi rasa ragu sama ada untuk memasukinya atau tidak. Lalu anaknya berkata: “Wahai ibu, bersabarlah! Sesungguhnya ibu berada di atas kebenaran (lalu akhirnya mereka terjun).” (HR Muslim)
Demikian kisah sang pemuda ahli tauhid pemberani ini, semoga kita bisa memetik pelajaran berharga.
Penulis: Amrullah Akadhinta, ST.
Artikel Muslim.Or.Id
Sumber : http://muslim.or.id/aqidah/kisah-pemuda-ahli-tauhid-yang-pemberani.html

Tuesday 7 October 2014

Adab Bertetangga



الحمد لله وحده ، والصلاة والسلام على من لا نبي بعده ، وعلى آله وصحبه وبعد

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa ada interaksi dengan manusia lainnya. Maka, kehadiran tetangga dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim sangat dibutuhkan. Allah Ta’ala berfirman,
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ
Artinya: “Beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh.” (QS. An Nisa: 36).
Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam juga bersabda,
مَا زَالَ يُوصِينِى جِبْرِيلُ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
Artinya: “Jibril senantiasa bewasiat kepadaku agar memuliakan (berbuat baik) kepada tetangga, sampai-sampai aku mengira seseorang akan menjadi ahli waris tetangganya” (HR. Al Bukhari no.6014).
Agama Islam menaruh perhatian yang sangat besar kepada pemeluknya dalam segala hal dan urusan. Mulai dari bangun tidur hingga akan tidur lagi, semua tidak luput dari ajarannya. Tak terkecuali dalam masalah adab. Berikut ini diantara adab-adab seorang muslim kepada tetangganya yang patut kita perhatikan.
Menghormati Tetangga dan Berperilaku Baik Terhadap Mereka
Diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya:Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya” (Muttafaq ‘alaih).
Berkata Al-Hafizh (yang artinya): “Syaikh Abu Muhammad bin Abi Jamrah mengatakan, ‘Dan terlaksananya wasiat berbuat baik kepada tetangga dengan menyampaikan beberapa bentuk perbuatan baik kepadanya sesuai dengan kemampuan. Seperti hadiah, salam, wajah yang berseri-seri ketika bertemu, memperhatikan keadaannya, membantunya dalam hal yang ia butuhkan dan selainnya, serta menahan sesuatu yang bisa mengganggunya dengan berbagai macam cara, baik secara hissiyyah (terlihat) atau maknawi (tidak terlihat).’” (Fathul Baari: X/456).
Kata tetangga mencangkup tetangga yang muslim dan juga yang kafir, ahli ibadah dan orang fasik, teman dan lawan, orang asing dan penduduk asli, yang memberi manfaat dan yang memberi mudharat, kerabat dekat dan bukan kerabat dekat, rumah yang paling dekat dan paling jauh. Demikian yang dikatakan oleh Ibnu Hajar rahimahullahu dalam al-Fath (X/456).
Bangunan Rumah Kita Jangan Mengganggu Tetangga
Usahakan semaksimal mungkin untuk tidak menghalangi mereka mendapatkan sinar matahari atau udara. Kita juga tidak boleh melampaui batas tanah milik tetangga kita, baik dengan merusak ataupun mengubah, karena hal tersebut dapat menyakiti perasaannya.
Dan termasuk hak-hak bertetangga adalah tidak menghalangi tetangga untuk menancapkan kayu atau meletakkannya di atas dinding untuk membangun kamar atau semisalnya. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Rasul kita shallallahu ‘alaihi wassallam yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
لاَ يَمْنَعْ أَحَدُكُمْ جَارَهُ أَنْ يَغْرِزَ خَشَبَةً فِى جِدَارِهِ
Artinya: “Janganlah salah seorang di antara kalian melarang tetangganya menancapkan kayu di dinding (tembok)nya” (HR.Bukhari (no.1609); Muslim (no.2463); dan lafazh hadits ini menurut riwayat beliau; Ahmad (no.7236); at-Tirmidzi (no.1353); Abu Dawud (no.3634); Ibnu Majah (no.2335); dan Malik (no.1462)).
Akan tetapi, diperbolehkannya menyandarkan kayu ke dinding tetangga dengan beberapa syarat,
pertama, tidak merusak atau merobohkan dinding tembok;
kedua, dia sangat membutuhkan untuk meletakkan kayu itu di dinding tetangganya;
ketiga, tidak ada cara lain yang memungkinkan untuk membangun selain menyandarkan kepada tembok tetangga.
Apabila salah satu atau sebagian dari ketentuan di atas tidak dipenuhi maka tetangga tidak boleh memanfaatkan bangunan dan menyandarkannya kepada tembok tetangganya karena akan menimbulkan mudharat yang telah terlarang secara syari’at, “Tidak boleh memberi bahaya dan membahayakan orang lain” (HR. Ibnu Majah (no.2340); dan Syaikh Al-Albani menshahihkannya (no.1910,1911)).
Memelihara Hak-hak Tetangga, Terutama Tetangga yang Paling Dekat
Diantara hak tetangga yang harus kita pelihara adalah menjaga harta dan kehormatan mereka dari tangan orang jahat baik saat mereka tidak di rumah maupun di rumah, memberi bantuan kepada mereka yang membutuhkan, serta memalingkan mata dari keluarga mereka yang wanita dan merahasiakan aib mereka.
Adapun tetangga paling dekat memiliki hak-hak yang tidak dimiliki oleh tetangga jauh. Hal ini dikutip dari pertanyaan ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, aku memiliki dua tetangga, manakah yang aku beri hadiah?’ Nabi menjawab,
إِلَى أَقْرَبِهِمَا مِنْكَ باَباً
‘Yang pintunya paling dekat dengan rumahmu’” (HR. Bukhari (no.6020); Ahmad (no.24895); dan Abu Dawud (no.5155)).
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam memerintahkan hal tersebut, diketahui bahwa hak tetangga yang paling dekat lebih didahulukan daripada hak tetangga yang jauh. Diantara hikmahnya adalah tetangga dekatlah yang melihat hadiah tersebut atau apa saja yang ada di dalam rumahnya, dan bisa jadi menginginkannya. Lain halnya dengan tetangga jauh. Selain itu, sesungguhnya tetangga yang dekat lebih cepat memberi pertolongan ketika terjadi perkara-perkara penting, terlebih lagi pada waktu-waktu lalai. Demikian penjelasan Al Hafizh dalam Fathul Baari (X/361).
Tidak Mengganggu Tetangga
Seperti mengeraskan suara radio atau TV, melempari halaman mereka dengan kotoran, atau menutupi jalan bagi mereka. Seorang mukmin tidak dihalalkan mengganggu tetangganya dengan berbagai macam gangguan.
Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu disebutkan adanya larangan dan sikap tegas bagi seseorang yang mengganggu tetangganya. Rasulullah shallallahu ‘alahi wassalam menggandengkan antara iman kepada Allah dan hari Akhir, menunjukkan besarnya bahaya mengganggu tetangga. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir maka janganlah dia mengganggu tetangganya’”(HR. Bukhari (no.1609); Muslim (no.2463); dan lafazh hadits ini menurut riwayat beliau, Ahmad (no.7236); at-Tirmidzi (no.1353); Abu Dawud (no.3634); Ibnu Majah (no.2335); dan Malik (no.1462)).
Dan dalam Hadits lainnya, Abu Syuraih radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda,
وَاللَّه لَا يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ قِيلَ وَمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الَّذِي لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَايِقَهُ
Artinya: “Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. “Sahabat bertanya, “Siapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yang tetangganya tidak aman dari keburukannya” (HR. Bukhari (no.6016)).
Dalam riwayat Abu Hurairah disebutkan bahwa shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ
Artinya: “Tidak masuk surga orang yang tetangganya tidak aman dari keburukannya” (HR. Muslim (no.46); Ahmad (no.8638); Al Bukhari (no.7818)).
Jangan Kikir untuk Memberikan Nasehat dan Saran kepada Mereka
Sudah seharusnya kita mengajak mereka agar berbuat yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar dengan bijaksana (hikmah) dan nasehat baik, tanpa maksud menjatuhkan atau menjelek-jelekan mereka. Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Tamim bin Aus Ad Dari radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alahi wassallam bersabda, “Agama itu nasehat.” Kami (para shahabat) bertanya, “Untuk siapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,
لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ
Artinya: “Untuk Allah, Kitab-Nya, rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan seluruh kaum muslimin” (HR. Muslim (no.55); Ahmad (no.16493); an-Nasa’I (no.4197); dan Abu Dawud (no.4944)).
Dan nasehat untuk seluruh kaum muslimin adalah termasuk tetangga kita. Tujuannya untuk memberikan kebaikan kepada mereka, termasuk mengajarkan dan memeperkenalkan kepada mereka perkara yang wajib, serta menunjukkan mereka kepada al-haq (kebenaran). Hal ini dijelaskan dalam Kasyful Musykil mim Hadits ash-Shahihain karya Ibnul Jauzi (IV/219).
Memberikan Makanan kepada Tetangga
Rasulullah shallallahu ‘alahi wassalam bersabda kepada Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu,
يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَهَا وَتَعَاهَدْ جِيرَانَكَ
Artinya: “Wahai Abu Dzar, apabila kamu memasak sayur (daging kuah) maka perbanyaklah airnya dan berilah tetanggamu” (HR. Muslim). Adapun tetangga yang pintunya lebih dekat dari rumah kita agar lebih didahulukan untuk diberi.
Bergembira ketika Mereka Bergembira dan Berduka ketika Mereka Berduka .
Kita jenguk tetangga kita apabila ia sedang sakit, kita tanyakan kehadirannya apabila ia tidak ada, bersikap baik apabila kita menjumpainya, dan hendaknya sesekali kita undang mereka untuk datang ke rumah kita. Hal-hal seperti itu mudah membuat hati mereka luluh dan akan menimbulkan rasa kasih sayang kepada kita. Karena sebaik-baik manusia adalah yang akhlaknya paling baik. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam dan beliaulah manusia yang memiliki akhlak paling terpuji, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik akhlaknya” (HR. Bukhari (no.6035); Ahmad (no.6468); dan at-Tirmidzi (no.1975)).
Tidak Mencari-cari Kesalahan Tetangga
Hendaknya kita tidak mencari-cari kesalahan tetangga kita. Jangan pula bahagia apabila mereka keliru, bahkan seharusnya kita tidak memandang kekeliruan dan kealpaan mereka.
Sabar Atas Perilaku Kurang Baik Mereka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda (yang artinya): “Ada tiga kelompok manusia yang dicintai Allah, … Disebutkan diantaranya: “Seseorang yang mempunyai tetangga, ia selalu disakiti (diganggu) oleh tetangganya, namun ia sabar atas gangguannya itu hingga keduanya dipisah boleh kematian atau keberangkatannya” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Ketika kita berinteraksi dengan manusia, pasti ada suatu kekurangan atau perlakuan yang kurang baik dari sebagian mereka kepada sebagian yang lainnya, baik dengan perkataan maupun perbuatan. Maka orang yang terzhalimi disunnahkan menahan marah dan memaafkan orang yang menzhaliminya. Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ
Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf” (QS. Asy-Syuura: 37).
Dan juga Allah Ta’ala berfirman,
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Artinya:“Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS. Ali ‘Imran:134).
Firman Allah “Dan orang-orang yang menahan amarahnya” yaitu apabila mereka diganggu oleh orang lain sehingga mereka marah dan hati mereka penuh dengan kekesalan yang mengharuskan mereka membalasnya dengan perkataan dan perbuatan, akan tetapi mereka tidak mengamalkan konsekuensi tabi’at manusia tersebut (tidak membalasnya). Bahkan mereka menahan amarah lalu bersabar dan tidak membalas orang yang berbuat jahat kepadanya. Wallahu musta’an
Penyusun: Ambarwati D. Rutiana
Muraja’ah: Ustadz Ammi Nur Baits
Maroji':
1. Terjemahan Kitaabul Adab, karya Fuad bin Abdil Aziz asy-Syalhub
2. Terjemahan Adab al-Muslim fil Yaum wal Lailah, penyusun Departemen Ilmiah Darul Wathan
Artikel muslimah.or.id

7 Syarat Laa ilaaha illallah



Syaikh Abdurrazaq bin Abdil Muhsin Al Abbad Al Badr hafizhahullah
الحمد لله وحده ، والصلاة والسلام على من لا نبي بعده ، وعلى آله وصحبه وبعد
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi anda petunjuk kepada ketaatan dan taufiq untuk mencintai Allah, bahwa kalimat yang paling agung dan paling bermanfaat adalah kalimat tauhid “Laa ilaaha illallah”. Ia adalah sebuah ikatan yang kuat dan ia juga merupakan kalimat taqwa. Ia juga merupakan rukun agama dan cabang keimanan yang paling utama. Ia juga merupakan jalan kesuksesan meraih surga dan keselamatan dari api neraka. Karena kalimat inilah, Allah menciptakan para makhluk dan menurunkan Al Kitab serta mengutus para Rasul. Ia juga merupakan kalimat syahadat dan kunci dari pintu kebahagiaan. Ia juga merupakan landasan dan pondasi agama dan pokok semua urusan.
{ شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ } [آل عمران:18]
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Al Imran: 18)
Dan nash-nash yang menerangkan mengenai keutamaan, keagungan dan urgensinya sangatlah banyak dalam Al Qur’an dan As Sunnah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:
وفضائل هذه الكلمة وحقائقها وموقعها من الدين فوق ما يصفه الواصفون ويعرفه العارفون وهي رأس الأمر كله
“keutaman-keutamaan kalimat ini, hak-haknya, kedudukannya dalam agama itu melebihi dari apa yang bisa disifati oleh orang-orang dan melebihi yang diketahui oleh orang-orang, dan ia merupakan pangkal dari semua urusan”
Ketahuilah saudaraku, semoga Allah memberi anda taufiq dalam ketaatan, bahwa kalimat “Laa ilaaha illallah” tidaklah diterima dari orang yang mengucapkannya kecuali ia menunaikan haknya dan kewajibannya serta memenuhi syarat-syarat yang dijelaskan dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Yaitu 7 syarat yang penting untuk diketahui oleh setiap Muslim dan penting untuk mengamalkannya. Betapa banyak orang awam yang jika mereka berkumpul lalu ditanya mengenai syarat-syarat ini, mereka tidak mengetahuinya. Dan betapa banyak juga orang yang sudah menghafal syarat-syarat ini, namun ia lepaskan seperti lepasnya anak panah, ia terjerumus dalam hal-hal yang bertentangan dengan syarat-syarat tersebut. Maka yang diharapkan adalah ilmu dan amal secara bersamaan, agar seseorang menjadi pengucap “Laa ilaaha illallah” yang sejati dan jujur dalam mengucapkannya. Dan menjadi seorang ahli tauhid yang sejati pula. Dan sungguh taufiq itu hanya di tangan Allah semata.
Dan salafus shalih terdahulu telah mengisyaratkan pentingnya syarat-syarat “Laa ilaaha illallah” dan wajibnya berpegang teguh padanya. Di antara perkataan mereka:
  • Riwayat dari Al Hasan Al Bashri rahimahullah, ketika ia ditanya: “orang-orang mengatakan bahwa barangsiapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallah pasti akan masuk surga”. Al Hasan berkata:
    من قال « لا إله إلا الله » فأدَّى حقها وفرضها دخل الجنة
    barangsiapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallah, lalu menunaikan hak dan kewajibannya (konsekuensinya), pasti akan masuk surga
  • Al Hasan pernah berkata kepada Al Farazdaq, ketika ia menguburkan istrinya:
    ما أعددتَ لهذا اليوم ؟ قال : شهادة أن لا إله إلا الله منذ سبعين سنة، فقال الحسن : “نعم العدة لكن لـِ « لا إله إلا الله » شروطاً ؛ فإياك وقذف المحصنات
    apa yang engkau persiapkan untuk hari ini (hari kematianmu kelak)? Al Farazdaq berkata: syahadat Laa ilaaha illallah sejak 70 tahun yang lalu. Lalu Al Hasan berkata: iya benar, itulah bekal. Namun Laa ilaaha illallah memiliki syarat-syarat. Maka hendaknya engkau jauhi perbuatan menuduh zina wanita yang baik-baik
  • Wahab bin Munabbih ditanya, “bukanlah kunci surga itu adalah Laa ilaaha illallah?”, ia menjawab:
    بلى ؛ ولكن ما من مفتاح إلا له أسنان ، فإن أتيت بمفتاح له أسنان فُتح لك ، وإلا لم يُفتح لك ” ، يشير بالأسنان إلى شروط «لا إله إلا الله» الواجب التزامها على كل مكلف
    iya benar, namun setiap kunci itu pasti ada giginya. Jika engkau datang membawa kunci yang memiliki gigi, maka akan terbuka. Namun jika tidak ada giginya, maka tidak akan terbuka“.
    Beliau mengisyaratkan gigi dari kunci untuk memaksudkan syarat-syarat Laa ilaaha illallah yang wajib dipegang teguh oleh setiap mukallaf.
Dan syarat-syarat Laa ilaaha illallah ada 7 seperti sudah disebutkan, yaitu
  1. Al Ilmu (mengilmui), dalam menafikan dan menetapkan. Kebalikannya adalah Al Jahl (kebodohan).
  2. Al Yaqin (meyakini), kebalikannya adalah Asy Syak dan Ar Rayb (keraguan).
  3. Al Ikhlash (ikhlas), kebalikannya adalah Asy Syirku (syirik) dan Ar Riya’ (riya).
  4. Ash Shidqu (membenarkan), kebalikannya adalah Al Kadzabu (mendustakan).
  5. Al Mahabbah (mencintai), kebalikannya adalah Al Karhu (membenci).
  6. Al Inqiyadu (menaati), kebalikannya adalah At Tarku (tidak taat).
  7. Al Qabulu (menerima), kebalikannya adalah Ar Raddu (menolak).
sebagian ulama menggabungkan syarat-syarat ini dalam 1 baris bait :
علمٌ يقينٌ وإخلاص وصدقك مع محبة وانقياد والقبول لها
“ilmu, yakin, ikhlas, jujurmu disertai dengan cinta, patuh dan menerima”
dan sebagian ulama yang lain juga membuat bait
وبشروطٍ سبعة قد قُيِّدت وفي نصوص الوحي حقاً وَرَدَت
فإنه لم ينتفـع قائلـها بالنطق إلا حيث يستكمِلــها
العلـم واليقين والقبــولُ والانقيــاد فادرِ ما أقولُ
والصدق والإخلاص والمحبـة وفَّقـك الله لما أحبـــه
dengan tujuh syarat yang telah dibuat, yang diambil dengan benar dari nash-nash wahyu
maka tidaklah bermanfaat orang yang mengatakannya (Laa ilaaha illallah) dengan lisan, kecuali menyempurnakannya
ilmu, yakin, menerima, patuh, pahamilah apa yang saya katakan ini
jujur, ikhlas, cinta, semoga Allah memberimu taufiq pada apa-apa yang Ia cintai
Kemudian, kami akan jelaskan kepada anda penjelasan dari masing-masing syarat tersebut dengan menyebutkan dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah:

1. Al Ilmu (ilmu)

Al ilmu di sini makna yang dimaksudkan adalah ilmu dalam menafikan dan menetapkan. Hal ini karena anda menafikan semua jenis ibadah kepada seleuruh sesembahan selain Allah, dan menetapkan semua ibadah hanya kepada Allah semata. Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala :
{إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ } [الفاتحة:5]
hanya kepada-Mu lah kami beribadah dan hanya kepada-Mu lah kami memohon pertolongan” (QS. Al Fatihah: 5)
Maksudnya, kami menyembah-Mu semata yaa Allah, dan tidak menyembah selain-Mu, kami meminta pertolongan kepada-Mu yaa Allah dan tidak meminta pertolongan kepada selain-Mu. Maka orang yang mengucapkan “Laa ilaaha illallah” wajib mengilmui makna dari “Laa ilaaha illallah” itu sendiri. Allah Ta’ala berfirman:
{فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ } [محمد:19]
Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan yang hak selain Allah” (QS. Muhammad: 19)
Ia juga berfirman:
{إِلَّا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ} [الزخرف:86]
kecuali mereka mengetahui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini(nya)” (QS. Az Zukhruf: 86)
Para ahli tafsir menjelaskan, maksud dari “illa man syahida” adalah ‘kecuali mereka yang mengetahui’ apa yang mereka syahadatkan tersebut oleh lisan dan hari mereka”. Dari Utsman bin ‘Affan radhiallahu’anhu beliau berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
barangsiapa yang mati dan ia mengetahui bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, akan masuk surga

2. Al Yaqin (meyakini)

Al Yaqin menafikan syakk dan rayb (keraguan). Maknanya, seeorang meyakini secara tegas kalimat “Laa ilaaha illallah”, tanpa ada keraguan dan kebimbangan. Sebagaimana Allah mensifati orang Mukmin:
{إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ } [الحجرات:15]
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar” (QS. Al Hujurat: 15)
Makna dari lam yartaabuu di sini adalah yakin dan tidak ragu.
Dan dalam Shahih Muslim, dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَأَنِّي رَسُولُ اللهِ، لَا يَلْقَى اللهَ بِهِمَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فِيهِمَا إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ
syahadat bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan bahwasanya aku adalah utusan Allah, seorang hamba yang tidak meragukannya dan membawa keduanya ketika bertemu dengan Allah, akan masuk surga
Dan dalam Shahih Muslim, juga dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ لَقِيتَ مِنْ وَرَاءِ هَذَا الْحَائِطِ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُسْتَيْقِنًا بِهَا قَلْبُهُ فَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ
barangsiapa yang engkau temui di balik penghalang ini, yang bersyahadat laa ilaaha illallah, dan hatinya yakin terhadap hal itu, maka berilah kabar gembiranya baginya berupa surga

3. Al Ikhlas (ikhlas)

Al Ikhlas menafikan syirik dan riya’. Yaitu dengan membersihkan amal dari semua cabang kesyirikan yang zhahir maupun yang samar, dengan mengikhlaskan niat untuk Allah semata dalam seluruh ibadah. Allah Ta’ala berfirman:
{أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ} [الزمر:3]
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang ikhlas (bersih dari syirik)” (QS. Az Zumar: 3)
Ia juga berfirman:
{وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ} [البينة:5]
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus” (QS. Al Bayyinah: 5)
Dan dalam Shahih Al Bukhari, dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ، مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ
Orang yang paling bahagia dengan syafa’atku di hari kiamat kelak adalah orang yang mengatakan laa ilaaha illallah dengan ikhlas dari hatinya

4. Ash Shidqu (jujur)

Ash Shidqu menafikan al kadzab (dusta). Yaitu dengan mengucapkan kalimat “Laa ilaaha illallah” secara jujur dari hatinya sesuai dengan ucapan lisannya. Allah Ta’ala berfirman ketika mencela orang munafik:
{ إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ } [المنافقون:1]
Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah”. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta” (QS. Al Munafiqun: 1).
Karena orang-orang munafik mengucapkan kalimat “Laa ilaaha illallah” namun tidak secara jujur. Allah Ta’ala berfirman:
{ الم (1) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ } [العنكبوت:1-3]
Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta” (QS. Al Ankabut: 1-3).
Dan dalam Shahihain, dari Mu’adz bin Jabal radhiallahu’anhu, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ، إِلَّا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ
tidak ada seorang pun yang bersyahadat bahwa tiada sesembahan yang hak selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, dengan jujur dari hatinya, kecuali ia pasti diharamkan oleh Allah untuk masuk neraka

5. Al Mahabbah (cinta)

Al Mahabbah (cinta) menafikan al bughdhu (benci) dan al karhu (marah). Yaitu orang yang mengucapkan kalimat “Laa ilaaha illallah” wajib mencintai Allah, Rasul-Nya, agama Islam dan mencintai kaum Muslimin yang menegakkan perintah-perintah Allah dan menjaga batasan-batasannya. Dan membenci orang-orang yang bertentangan dengan kalimat “Laa ilaaha illallah” dan mengerjakan lawan dari kalimat “Laa ilaaha illallah” yaitu berupa kesyirikan atau kekufuran atau mereka mengerjakan hal yang mengurangi kesempurnaan “Laa ilaaha illallah” karena mengerjakan kesyirikan serta kebid’ahan.
Ini dalam rangka mengamalkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
أوثق عرى الإيمان الحب في الله والبغض في الله
ikatan iman yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah
Dan yang juga menunjukkan disyaratkannya mahabbah dalam keimanan adalah firman Allah Ta’ala:
{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ} [البقرة:165]
Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah” (QS. Al Baqarah: 165).
Dan dalam Shahihain, dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu ia berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ : أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا ، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
Ada 3 hal yang jika ada pada diri seseorang ia akan merasakan manisnya iman: (1) Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selainnya, (2) ia mencintai seseorang karena Allah, (3) ia benci untuk kembali pada kekufuran sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam neraka

6. Al Inqiyad (patuh)

Al Inqiyad (patuh) menafikan at tarku (ketidak-patuhan). Orang yang mengucapkan kalimat “Laa ilaaha illallah” wajib untuk patuh terhadap syariat Allah dan taat pada hukum Allah serta pasrah kepada aturan Allah. Allah Ta’ala berfirman:
{وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ } [الزمر:54]
Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi)” (QS. Az Zumar: 54)
Dan Ia juga berfirman:
{وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ} [النساء:125]
Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya” (QS. An Nisaa': 125)
dan makna dari aslimuu dan aslama dalam dua ayat di atas dalah patuh dan taat.

7. Al Qabul (menerima)

Al Qabul (menerima) menafikan ar radd (penolakan). Seorang hamba wajib menerima kalimat “Laa ilaaha illallah” dengan sebenar-benarnya dengan hati dan lisannya. Allah Ta’ala telah mengisahkan kepada kita dalam Al Qur’an Al Karim kisah-kisah orang terdahulu yang telah Allah beri keselamatan kepada mereka karena mereka menerima kalimat “Laa ilaaha illallah”, dan orang-orang yang dihancurkan serta dibinasakan karena menolak kalimat tersebut. Allah Ta’ala berfirman:
{ثُمَّ نُنَجِّي رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا كَذَلِكَ حَقًّا عَلَيْنَا نُنْجِ الْمُؤْمِنِينَ} [يونس:103]
Kemudian Kami selamatkan rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman, demikianlah menjadi kewajiban atas Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman” (QS. Yunus: 103).
Ia juga berfirman:
إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ (35) وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ} [الصافات:35-36] .
Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illallah” (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?”” (QS. Ash Shaafaat: 35-36)
Demikian. Hanya kepada Allah lah kita semua memohon taufiq agar dapat menegakkan kalimat “Laa ilaaha illallah” sebenar-benarnya baik dalam perkataan, perbuatan dan keyakinan. Sungguh Allah lah semata yang memberi taufiq dan petunjuk kepada jalan yang lurus.
وصلى الله وسلم وبارك وأنعم على عبد الله ورسوله نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
Sumber: http://al-badr.net/muqolat/2575
Penerjemah: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More